POTO DOC TEMAN |
HATI,
SEBUAH KESADARAN
Hati melampaui luasnya langit dan bumi.
Bola mata yang kecil ini saja bisa meliput sekian pemandangan yang terhampar di
depannya, dari gedung pencakar langit, gunung yang megah, hotel berbintang yangeksotis,
lautan luas sejauh mata memandang pun bisa dicakup dengan mudahnya. Mata
manusia saja bisa mencakup dan meliput beraneka ciptaan TUHAN, tentu rasio
(mata pikiran) melampaui itu, karena rasio bisa bekerja dan meliput lebih cepat
ketimbang manusia, bahkan manusia sendiri telah dikendalikan oleh pikiran,
selain bisa memetakan, pikiran pun bisa mengingat dengan kecanggihan pikiran
bawah sadar yang dikenal dengan gudang memori . Secanggih pikiran yang bisa
menampung dan meliputi seluruh program yang telah dihimpun dalam beberapa file,
ternyata masih terlampaui oleh (mata) hati yang mampu menghadirkan dan
menyimpan sekian fantasi, imajinasi, dan ide-ide brillian yang mencengangkan.
Bagi hati, maka kecanggihan pikiran amat semu, karena sesungguhnya hati inilah
tempat memancarnya kesadaran sejati pada diri manusia.
Orang yang telah mengalami perubahan dramatis dalam hidup sejatinya bermula dari bersentuhannya hati dengan cahaya hidayah, ada sosok yang mula-mula jadi monster bagi sesama mengalami titik balik kesadaran dengan mendapati gelar , berbuat baik, dan berlaku derma pada sesama. Perubahan itu datang dari hati yang bersih, hanya hatilah yang bisa melejitkan kesadaran primadona bagi kehidupan kita. Mengapa hati menjadi pusat kesadaran universal bagi manusia? Karena sebagaimana diketahui bahwa hati orang mukmin adalah singgasana bagi TUHAN, dan TUHAN adalah pusat kesadaran semesta. Hanya hati yang telah diliputi energi Ilahi yang bisa terpancari kesadaran universal. Bagi yang belum diliputi energi Ilahi, maka hatinya pun tidak berfungsi sebagai media kesadaran semesta, kesadaran berhenti di batas dorongan pikiran dan nafsu yang amat semu.
Hati amat berperan membentuk pribadi manusia yang hina atau mulia. Kalau hati baik lagi mulia, maka pribadi manusia pun menjadi baik lagi mulia di hadapan TUHAN dan sesama, sebaliknya ketika hati penuh hina dan rusak, maka kualitas pribadinya pun hina dan rusak di hadapan TUHAN dan sesama. Jika hati tidak pernah dibersihkan, diperbaiki, dan dilapangkan oleh pemiliknya, maka seluruh sisi diri ini penuh keburukan dan bopeng yang merusak citra diri. Karena itu, agar manusia bisa memasuki kesadaran semesta ini, perlu secara konsisten membersihkan dan memperbaiki hati, sehingga seluruh perbuatan selalu bermakna di hadapan TUHAN.
Kapasitas hati dianggap sebagai potensi yang bisa menempa kecerdasan emosional, menekankan pada kebeningan radar emosi manusia dalam berhubungan dengan sesama. Lebih dari itu, hati yang disinari matahari ilahi, berarti telah layak menjadi singgasana TUHAN, maka hati itu akan menjadi titian menggapai tangga spiritualitas tertinggi. Kunci melejitkan kesadaran semesta ini adalah ketika iman telah turun di dalam hati, keimanan yang kukuh pada TUHAN.
Berarti kedahsyatan hati bakal dirasakan ketika kesadaran sekadar tertuju pada TUHAN, karena seluruh kekuatan alam ini terliput dalam kekuatan TUHAN baik yang bersifat lahir atau batin, dan TUHAN terliput dalam kekuatan semesta raya. Kalau hati masih diboncengi keraguan, iman yang belum mengakar, maka kesadaran semesta tersebut sulit dialami oleh setiap pribadi manusia, hanya dengan iman seluruh pengalaman hidup akan mendatangkan makna. Keyakinan atau keimanan dikategorikan menjadi tiga gradasi demi mencapai pada tahapan puncak keimanan sejati.
Dalam fase ini keyakinan masih sebagai ilmu, keyakinan yang diperoleh dari membaca, atau pengajaran seseorang. Dengan integritas orang yang menyampaikan kita mempercayai, bahwa segala apa yang disampaikan itu benar adanya. Seperti orang belum pernah melihat ka'bah, dia mendapatkan penjelasan yang akurat dari seseorang yang pernah pergi ke Mekah, dan ia meyakini keterangan yang diberikan itu berarti dia berada dalam tataran keimanan . Keimanan ini bergantung pada pribadi yang menyampaikan apakah bisa dipercaya atau tidak, kendati pun salah, tapi orang yang mendengarkan tersebut percaya pada orang yang menerangkan, maka timbul keyakinan di hati. Keyakinan ini sekadar bersifat 'katanya', dan keyakinan yang diantar melalui 'katanya' sulit menghunjamkan kesadaran jitu bagi manusia. Seandainya ada orang memberitahukan bahwa tempat galangan kayu terbesar di kota ini sedang dilalap api, dan seluruh kayu habis terbakar. Menyikapi pemberitahuan tersebut, bisa jadi kita yakin karena berdasarkan integritas orang yang memberitahukan, tidak percaya karena orang yang menyampaikan dikenal kerap berdusta, bisa jadi ragu-ragu, karena belum melihat sendiri. Data sekunder lebih lemah ketimbang bukti primer yang langsung diperoleh sendiri di lapangan.
Pada tahapan ini, keyakinan telah diperoleh melalui sebuah pengamatan, riset, dan pendalaman yang jernih secara akal dan serta ayat yang terhampar di alam ini. Keyakinan ini diperoleh intelektual yang terus melakukan penyusuran secara mendalam tentang rahasia alam, sehingga membuat sebuah kesimpulan bahwa ada Kekuatan Tunggal yang Mendesain dunia. Karena sekadar berdasar pengamatan, maka belum menyatu dan bersentuhan dengan kesadaran inti, masih ada batas antara pengamat dan yang diamati. Suatu saat, kita mengerti konsep api itu panas dan membakar, tentu keyakinan kita tidak akan utuh bahwa api panas dan membakar karena kita tidak berada di dekat dan menyentuh langsung api tersebut.
Kini semakin banyak intelektual manusia rahasia-rahasia alam yang meyakinkan akan keberadaan TUHAN, seperti yang ditempuh bagaimana didapati dalil utuh yang membenarkan akan keberadaan Tuhan melalui penemuan-penemuan ilmiah yang menggetarkan dunia. Dilukiskan bagaimana alam disusun secara rapih, gunung-gunung diciptakan, dan formasi galaksi yang tertata dengan sempurna, diyakini bahwa itu tidak akan terjadi dengan sendirinya, pasti ada Sang Kuasa yang telah menghadirkan satuan semesta ini, sehingga kelihatan menjadi indah, penuh pesona, dan menghadirkan inspirasi-inspirasi menyegarkan jiwa. Keyakinan berdasarkan pengamatan masih masuk dalam kesadaran sementara, karena itu tidak benar-benar menggugah dan mengubah inti kesadaran secara revolusioner.
Keyakinan hakiki ini sekadar diperoleh orang-orang yang sudah merasakan secara langsung, sehingga timbul sebuah keyakinan. Semisal, mula-mula dia masih mengerti melalui penelitian bahwa api itu panas dan membakar, tapi kemudian dia tergerak untuk menyentuh api tersebut, dan kenyataan itu benar-benar dirasakan, jari-jari terbakar dan panas, maka disitulah keyakinan menjadi mantap. Itu berarti, keyakinan hakiki perlu dialami oleh manusia, tanpa dialami maka keyakinan hakiki tidak akan pernah menghunjam dalam hati. Tawakkal merupakan bentuk keyakinan akan pemeliharaan dan tanggung jawab TUHAN pada makhluk-Nya, untuk meyakini bahwa TUHAN patut dijadikan sandaran, suatu hari seseorang tidak memiliki uang sepeser pun, cadangan untuk makan pun tidak ada. Karena yakin TUHAN telah menjamin rezekinya, dia selalu mantap dalam keyakinan bahwa hari ini bisa makan, ternyata dari ujung jalan muncul seseorang, membawa dan mengantarkan makanan padanya. Buah dari keimanan hakiki, tentang masa depan ia menjalani dengan tawakkal, soal pengalaman hari ini, jika sesuai dengan harapan bersyukur, jika tidak sesuai harapan bersabar, dan dengan masa lalu ia selalu menerima dengan dengan senang hati. Dengan demikian keyakinan hakiki ini benar-benar bisa dialami oleh manusia untuk menggapai kedigdayaan spiritual yang berarti juga mencapai kesadaran semesta .
Orang yang telah mengalami perubahan dramatis dalam hidup sejatinya bermula dari bersentuhannya hati dengan cahaya hidayah, ada sosok yang mula-mula jadi monster bagi sesama mengalami titik balik kesadaran dengan mendapati gelar , berbuat baik, dan berlaku derma pada sesama. Perubahan itu datang dari hati yang bersih, hanya hatilah yang bisa melejitkan kesadaran primadona bagi kehidupan kita. Mengapa hati menjadi pusat kesadaran universal bagi manusia? Karena sebagaimana diketahui bahwa hati orang mukmin adalah singgasana bagi TUHAN, dan TUHAN adalah pusat kesadaran semesta. Hanya hati yang telah diliputi energi Ilahi yang bisa terpancari kesadaran universal. Bagi yang belum diliputi energi Ilahi, maka hatinya pun tidak berfungsi sebagai media kesadaran semesta, kesadaran berhenti di batas dorongan pikiran dan nafsu yang amat semu.
Hati amat berperan membentuk pribadi manusia yang hina atau mulia. Kalau hati baik lagi mulia, maka pribadi manusia pun menjadi baik lagi mulia di hadapan TUHAN dan sesama, sebaliknya ketika hati penuh hina dan rusak, maka kualitas pribadinya pun hina dan rusak di hadapan TUHAN dan sesama. Jika hati tidak pernah dibersihkan, diperbaiki, dan dilapangkan oleh pemiliknya, maka seluruh sisi diri ini penuh keburukan dan bopeng yang merusak citra diri. Karena itu, agar manusia bisa memasuki kesadaran semesta ini, perlu secara konsisten membersihkan dan memperbaiki hati, sehingga seluruh perbuatan selalu bermakna di hadapan TUHAN.
Kapasitas hati dianggap sebagai potensi yang bisa menempa kecerdasan emosional, menekankan pada kebeningan radar emosi manusia dalam berhubungan dengan sesama. Lebih dari itu, hati yang disinari matahari ilahi, berarti telah layak menjadi singgasana TUHAN, maka hati itu akan menjadi titian menggapai tangga spiritualitas tertinggi. Kunci melejitkan kesadaran semesta ini adalah ketika iman telah turun di dalam hati, keimanan yang kukuh pada TUHAN.
Berarti kedahsyatan hati bakal dirasakan ketika kesadaran sekadar tertuju pada TUHAN, karena seluruh kekuatan alam ini terliput dalam kekuatan TUHAN baik yang bersifat lahir atau batin, dan TUHAN terliput dalam kekuatan semesta raya. Kalau hati masih diboncengi keraguan, iman yang belum mengakar, maka kesadaran semesta tersebut sulit dialami oleh setiap pribadi manusia, hanya dengan iman seluruh pengalaman hidup akan mendatangkan makna. Keyakinan atau keimanan dikategorikan menjadi tiga gradasi demi mencapai pada tahapan puncak keimanan sejati.
Dalam fase ini keyakinan masih sebagai ilmu, keyakinan yang diperoleh dari membaca, atau pengajaran seseorang. Dengan integritas orang yang menyampaikan kita mempercayai, bahwa segala apa yang disampaikan itu benar adanya. Seperti orang belum pernah melihat ka'bah, dia mendapatkan penjelasan yang akurat dari seseorang yang pernah pergi ke Mekah, dan ia meyakini keterangan yang diberikan itu berarti dia berada dalam tataran keimanan . Keimanan ini bergantung pada pribadi yang menyampaikan apakah bisa dipercaya atau tidak, kendati pun salah, tapi orang yang mendengarkan tersebut percaya pada orang yang menerangkan, maka timbul keyakinan di hati. Keyakinan ini sekadar bersifat 'katanya', dan keyakinan yang diantar melalui 'katanya' sulit menghunjamkan kesadaran jitu bagi manusia. Seandainya ada orang memberitahukan bahwa tempat galangan kayu terbesar di kota ini sedang dilalap api, dan seluruh kayu habis terbakar. Menyikapi pemberitahuan tersebut, bisa jadi kita yakin karena berdasarkan integritas orang yang memberitahukan, tidak percaya karena orang yang menyampaikan dikenal kerap berdusta, bisa jadi ragu-ragu, karena belum melihat sendiri. Data sekunder lebih lemah ketimbang bukti primer yang langsung diperoleh sendiri di lapangan.
Pada tahapan ini, keyakinan telah diperoleh melalui sebuah pengamatan, riset, dan pendalaman yang jernih secara akal dan serta ayat yang terhampar di alam ini. Keyakinan ini diperoleh intelektual yang terus melakukan penyusuran secara mendalam tentang rahasia alam, sehingga membuat sebuah kesimpulan bahwa ada Kekuatan Tunggal yang Mendesain dunia. Karena sekadar berdasar pengamatan, maka belum menyatu dan bersentuhan dengan kesadaran inti, masih ada batas antara pengamat dan yang diamati. Suatu saat, kita mengerti konsep api itu panas dan membakar, tentu keyakinan kita tidak akan utuh bahwa api panas dan membakar karena kita tidak berada di dekat dan menyentuh langsung api tersebut.
Kini semakin banyak intelektual manusia rahasia-rahasia alam yang meyakinkan akan keberadaan TUHAN, seperti yang ditempuh bagaimana didapati dalil utuh yang membenarkan akan keberadaan Tuhan melalui penemuan-penemuan ilmiah yang menggetarkan dunia. Dilukiskan bagaimana alam disusun secara rapih, gunung-gunung diciptakan, dan formasi galaksi yang tertata dengan sempurna, diyakini bahwa itu tidak akan terjadi dengan sendirinya, pasti ada Sang Kuasa yang telah menghadirkan satuan semesta ini, sehingga kelihatan menjadi indah, penuh pesona, dan menghadirkan inspirasi-inspirasi menyegarkan jiwa. Keyakinan berdasarkan pengamatan masih masuk dalam kesadaran sementara, karena itu tidak benar-benar menggugah dan mengubah inti kesadaran secara revolusioner.
Keyakinan hakiki ini sekadar diperoleh orang-orang yang sudah merasakan secara langsung, sehingga timbul sebuah keyakinan. Semisal, mula-mula dia masih mengerti melalui penelitian bahwa api itu panas dan membakar, tapi kemudian dia tergerak untuk menyentuh api tersebut, dan kenyataan itu benar-benar dirasakan, jari-jari terbakar dan panas, maka disitulah keyakinan menjadi mantap. Itu berarti, keyakinan hakiki perlu dialami oleh manusia, tanpa dialami maka keyakinan hakiki tidak akan pernah menghunjam dalam hati. Tawakkal merupakan bentuk keyakinan akan pemeliharaan dan tanggung jawab TUHAN pada makhluk-Nya, untuk meyakini bahwa TUHAN patut dijadikan sandaran, suatu hari seseorang tidak memiliki uang sepeser pun, cadangan untuk makan pun tidak ada. Karena yakin TUHAN telah menjamin rezekinya, dia selalu mantap dalam keyakinan bahwa hari ini bisa makan, ternyata dari ujung jalan muncul seseorang, membawa dan mengantarkan makanan padanya. Buah dari keimanan hakiki, tentang masa depan ia menjalani dengan tawakkal, soal pengalaman hari ini, jika sesuai dengan harapan bersyukur, jika tidak sesuai harapan bersabar, dan dengan masa lalu ia selalu menerima dengan dengan senang hati. Dengan demikian keyakinan hakiki ini benar-benar bisa dialami oleh manusia untuk menggapai kedigdayaan spiritual yang berarti juga mencapai kesadaran semesta .
Oleh :salmon tebai